Oleh : Haryani
            Upaya pemerintah terhadap perlindungan anak seolah hanya sekedar menjadi pajangan tanpa ada pelaksanaan nyata terhadap peraturan itu sendiri. Padahal pada Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen keempat disebutkan salah satu amanat yang harus di emban negara bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Secara keseluruhan anak-anak selain memiliki perlindungan dari negara juga memiliki hak pemeliharaan dari orang tua, melalui pendidikan. Namun, jika berbicara mengenai anak jalanan yang saat ini kian banyak menghiasi jalan raya Jambi, timbul pertanyaan dimana fungsi pemerintah dalam pelaksanaan hukumnya, bagaimana tindakan terhadap orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur dan pemenuhan hak-hak anak yang dilupakan.
            Secara khusus Indonesia memiliki aturan hukum yang ditujukan untuk melindungi anak yaitu, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. UU ini mengatur Hak dan kewajiban anak, pada Pasal 4 undang-undang ini disebutkan bahwa “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ”. Tetapi dengan melihat kepada kondisi banyaknya anak-anak jalanan di kota-kota terutama di kota Jambi, seolah undang-undang perlindungan anak ini justru belum mampu memberikan sentuhan perlindungan hukum terhadap anak- anak, terutama anak jalanan.
Upaya khusus negara dalam menjalankan perlindungan terhadap anak-anak dengan menghadirkan undang-undang perlindungan anak ini, tidak hanya menjadi kewajiban negara dan pemerintah saja seperti pada Pasal 20 tentang perlindungan anak yaitu “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Peran negara, pemerintah, masyarakat terlebih lagi keluarga dan orang tua juga wajib memenuhi perlindungan anak, melalui pendidikan baik formal, informal dan nonformal.
Dalam usia anak-anak, betapa pentingnya proses pendidikan bagi tumbuh kembang mereka dan hal ini menjadi wajib, sebagaimana pendapat Dr. Mohammad Fadhilal Djamaly, bahwa pendidikan adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, yang mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemamapuan dasar manusia (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar). Tentu pemerintah dan masyarakat menyadari pendidikan merupakan hal mendasar dan sangat penting namun hal ini harus beriringan dengan upaya pelaksanaanya. Jika dikaitkan dengan upaya pemerintah mencanangkan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun, hal tersebut tentu menjadi bentuk usaha agar masyarakat dapat berfikir dan berinisiatif bahwa pendidikan sangatlah penting, yang dapat membawa perubahan untuk dirinya sendiri. Namun melihat kepada anak-anak jalanan tentu program ini belum berjalan dengan baik dan perlu adanya evaluasi bagi pemerintah sebagai bentuk implementasi UU perlindungan anak.
            Sugeng Rahayu berpendapat bahwa, anak jalanan adalah anak-anak yang berusia di bawah 21 tahun yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai cara (tidak termasuk pengemis, gelandangan, bekerja di toko/kios, dengan demikian anak-anak jalanan merupakan anak-anak yang bekerja untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengorbankan waktu-waktu belajar dan bermain mereka sesuai hak dan kewajiban yang seharusnya mereka terima dan penuhi. Anak-anak jalanan bertindak berdasarkan faktor-faktor yang memicu mereka untuk turun kejalanan, seperti tekanan ekonomi, broken home, dan ajakan teman. Faktor-faktor tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi, seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, korban penggunaan obat terlarang, korban eksploitasi, masa depan yang tidak jelas dan masih banyak dampak lainnya yang akan terjadi terhadap anak-anak jalanan, masalah-masalah tersebut tentu tidak diharapkan bagi bangsa dan negara kita.
            Menurut pendapat penulis, upaya yang dapat dilakukan, terhadap anak-anak jalanan dapat dilakukan sebagai berikut, pertama adalah pemerintah dapat berupaya melakukan penanganan terhadap perlindungan hukum anak seperti mengatur secara khusus anak-anak jalanan dalam peraturan daerah/kota, lalu pemerintah haruslah berupaya menjadikan skala prioritas penanganan anak-anak jalanan dalam pembangunan daerah. Kedua, Pemerintah harusnya bekerjasama yang baik dengan penegak hukum, terhadap implementasi pelaksanaan undang-undang. Ketiga, Pemerintah juga harus berkerjasama dengan instansi yang terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama serta LSM dalam hal perlindungan, dukungan, serta pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan. Ke empat, Permasalahan Orang tua asuh yaitu pengetahuan mereka tentang pendidikan anak dan hak-hak anak yang dilupakan perlu adanya sosialisasi dan bimbingan terhadap para orang tua demi kehidupan masa depan anak-anak mereka. Kelima, Sosialisasi Undang-Undang tentang perlindungan anak yang sangat kurang sehingga perlu adanya upaya sosialisai yang tidak mendikte namun melalui pendekatan sehingga masarakat menyadari bahwa peraturan-peraturan tersebut menjadi hal yang memang patut dan harus dilakukan.
Upaya-upaya diatas diharapkan tidak hanya mengurangi anak-anak jalanan namun menghapus anak-anak jalanan yang menghiasi jalan raya kota jambi dan tempat lainnya, melalui kerja sama peran negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua untuk pemenuhan anak-anak dalam pembentukan, serta tumbuh kembah anak yang lebih baik lagi demi implementasi hak-hak anak yang dilupakan.

Penulis adalah mahasiswi Fakultas Hukum Unja semester 6, dan anggota Anjabi Writing Community
*telah diterbitkan di Koran Jambi Ekspress